Pengertian Good Governance
Istilah good and
clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik. Ia
muncul pada awal 1900-an. Secara umum istilah good and clean governance memiliki pengertian akan segala hal yang
terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, pengertian good governance tidak sebatas
pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik
pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadaya masyarakat) dengan istilah good corporate. Bahkan, prinsip-prinsip good governance dapat pula diterapkan
pengelolaan lembaga sosial dan kemasyarakatan dari yang paling sederhana hingga
berskala besar, seperti arisan, pengajian, perkumpulan olahraga di tingkat
rukun tetangga, organisasi kelas, hingga organisasi diatasnya.
Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan yang
baik, yang bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap dimana
kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh tingkatan pemerintah
negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta
ekonomi. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih (clean governance), adalah model pemerintahan yang efektif, efisien,
jujur, transparan dan bertanggung jawab.
Sejalan
dengan prinsip diatas, pemerintahan yang baik itu berarti baik dalam proses
maupun hasil-hasilnya.semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara
sinergis,tidak saling berbetunturan, dan memperoleh dukungan dari
rakyat.pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan
dengan biaya yang sangat minimal namun dengan hasil yang maksimal. Faktor lain
yang tak kalah penting, suatu pemeintahan dapat dikatakan baik jika
produktivitas bersinergi denan peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat,
baik dalam aspek produktivitas,daya beli, maupun kesehjateraan spritualitasnya.
Utuk
mencapai kondisi sosial ekonomi di atas proses pembentukan pemerintahan yang
berlangsung secara demokratis mutlak dilakukan. Sebagai sebuah paradigma
pengelolaan lembaga negara good and clean
governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang
sering terkait Negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor
swasta . Negara dengan birokrasi pemerintahanya dituntut untuk mengubah pola
pelayanan publik dari perspektiv birokrasi elitis menjadi birokrasi populis.
Birokrasi populis adalah tata kelola pemerintahan yang berorientasi melayani
dan berpihak kepada kepentingan
masyarakat.
Pada
saat yang sama, sebagai komponen di luar birokrasi negara,sektor swasta (coporate sektors) harus pula bertanggung
jawab dalam proses pengelolaan sumberdaya alamdan perumusan kebijakan publik
dengan menjadikan masyarakat sebagai mitra strategis. Dalam hal ini, sebagai
bagian dari pelaksanaan good and clean
governance , dunia usaha berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility/CSR),
yakni dalam bentuk kebijakan sosial perusahaan yang bertanggung jawab langsung
dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dimana suatu perusahaan beroperasi.
Bentuk tanggung jawab sosial (CSR)
itu dapat diwujudkan dalam program program pengembangan masyarakat( community emplowerment) dan pelestarian
lingkungan hidup.
|
Ilustrasi Clean And Good Governance |
Pengertian Good Governance Menurut Para Ahli
- Menurut Effendi dalam Azhri, dkk. (2009 : 187). Di
internet, Good Governance sebagai
penyelenggaraan pemerintahan secara partisipasi, efektif, jujur, adil,
transparan, dan bertanggung jawab kepada semua pemerintahan.
- Menurut Kooman (1992). bahwa Governance merupakan proses interaksi sosial politik antara
pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat
- Menurut Word Bank (Dalam Mardiasmo .0. 9001:23). Suatu penyelenggaraan yang solid dan
bertanggungjawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi
Prinsip
– Prinsip Good Governance
Menurut Bob Sugeng
Handiwinata, asumsi dasar good governance haruslah menciptakan sinergi antara
sektor pemerintah (menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor bisnis
(menggerakkan roda perekonomian) dan sektor civil society (aktivitas swadaya
guna mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efesiensi. (Bob
Sugeng Handiwinata:2007).
Syarat bagi terciptanya
good governance yang merupakan prinsip dasar, meliputi:
Partisipatoris
Partisipatoris adalah setiap pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan
selalu melibatkan unsur masyarakat (melalui wakil – wakilnya). Bentuk partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor sektor kehidupan sosial
lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus minimalisasi.
Paradigma birokrasi sebagai pusat
pelayanan publik seyogya diikuti dengan de regulasi berbagai aturan, sehingga
proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Efisiensi
pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dengan biaya murah.
Paradigma ini tentu saja menhajatkan perubahan orientasi birokrasi dari
birokrasi yang dilayani menjadi birokrasi yang melayani.
Rule of law (penegak hukum)
ASAS
penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus didukung
oleh penegakan hukum yang berwibawa. Tanpa ditopang oleh aturan hukum dan
penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi
tindakan publik yang anarkis. Realisasi wujud good and clean governance, harus
diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakan hukum yang mengandung
unsur unsur sebagai berikut:
- Supermasi hukum yaitu setiap tindakan
unsur unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas
dan tegas dan dilaksanakan secara benar dan independen.
- Kepastian hukum (legal certainty), bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara
diataur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak
bertentangan antara satu dan lainnya.
- Hukum yang responsif yaitu aturan
aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan publik secara adil.
- Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskriminatif yaitu penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang
bulu. Untuk itu, diperlukan penegakan hukum yang memiliki integritas moral dan
bertanggung jawab terhadap kepentingan hukum.
- Indenpendendensi peradilan, yakni
peradilan yang idendependen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.
Transparansi
Yakni adanya ruang kebebasan untuk memperoleh
informasi public bagi warga yang membutuhkan (diatur oleh undang – undang). Ada
ketegasan antara rahasia negara dengan informasi yang terbuka untuk publik.Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur
yang harus dilakukan secara transparan , yaitu:
3.3.3.1. Penetapan posisi , jabatan atau kedudukan.
3.3.3.2. Kekayaan pejabat publik
3.3.3.3. Pemberian penghargaan.
3.3.3.4.Penetapan kebijakan yang terkait dengan
pencerahan kehidupan.
3.3.3.5. Kesehatan.
3.3.3.6. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayan publik.
3.3.3.7. Keamanan dan ketertiban.
3.3.3.8.Kebijakan strategis untuk pencerahan
kehidupan masyarakat.
Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa
pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu
mereka menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan
menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai
kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa
keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus.
Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar
pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga
akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk
melaksanakan keputusan tersebut.
Kesetaraan
(equity)
Clean and good governance juga harus
didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara
pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa
yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
Efektivitas
dan efisiensi
Konsep efektivitas
dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni
efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik
maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil,
yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan
sosial.
Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah
pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian
bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan
pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang
kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik
pada lembaga yang setara.
Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis
untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis
untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau
lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan
dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Implementasi kesemuanya, sangat dibutuhkan sebagai
syarat bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).
Menurut Institute on Governance (1996), sebagaimana
dikutip Nisjar (1997) untuk menciptakan good
governance perlu diciptakan hal – hal sebagai berikut:
1.
Kerangka kerja tim (team work) antarorganisasi, departemen, dan wilayah.
2.
Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap
unsur dalam masyarakat negara yang bersabgkutan.
3.
Pemahaman dan komitmen terhadap manfaat dan arti
pentingnya tanggung jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta
senergisme dalam pencapaian tujuan.
4.
Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai
untuk mendorong terciptanya kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) dan berinisiatif, sepanjang
hal ini secara realistic dapat dikembangkan.
5.
Adanya pelayanan administrasi public yang
berorientasi pada masyarakat, mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat,
berdasarkan pada asas pemerataan dan keadilan dalam setiap tindakan dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus pada kepentingan
masyarakat, bersikap professional dan tidak memihak (non-partisan).
Hubungan Antara Clean And Good
Governance Dengan Gerakan Anti Korupsi
Clean and good governance meniscayakan adanya transparansi
disegala bidang. Hal ini untuk mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan
kebocoran anggaran dalam penggunaan uang negara untuk kepentingan individu atau
golongan bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S
Damanhuri menyusun grand design:
2.3.2.
Apapun kebijakan
antikorupsi yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah
tersebut hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis,
berkelanjutan, dan paling bertanggung jawab di antara semua langkah total
football, estafet dari semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi,
baik dari kaum agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional,
dan seterusnya
2.3.3.
Menghindari politik belah bambu yang
menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan Polri untuk memburu pihak-pihak yang secara
politis harus dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak yang dianggap kawan
politik.
2.3.4.
Keseriusan untuk
mencari solusi terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara
tuntas.
2.3.5.
Euforia elite
politik di pusat dan daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan
berpendapat, dan kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan
berdemokrasi yang ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan
ekonomi dengan ukuran rakyat yang semakin sejahtera.
Hubungan Antara Good And Clean Governance Dengan Dengan Kinerja
Birokrasi Pelayanan Publik
Dalam rangka menyelamatkan keuangan
negara, banyak upaya pemerintah yang sudah dilaksanakan diantaranya
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat
dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas
keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara,
mengutip pendapat pakar bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah
dan cenderung membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan
dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan
hanya tanggungjawab BPKP tetapi seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan good governance untuk menuju Clean
Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP
60 tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
Tentu bukan soal yang mudah dalam
mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas tersebut, perlu adanya
kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa yang tertuang dalam PP
tersebut.
Dengan tiga pilar pelayanan public
menjadi titik setrategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Clean and good governance di Indonesia.
Tiga pilar tersebut yakni:
- Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
- Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good governance
dapat diartikulasikan lebih mudah.
- Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan
mekanisme pasar.
Kebijakan pemerintah terkait dengan
paradigma good and clean governance
Makna
dari governance dan good governance
pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat
dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara,
atau management (pengelolaan) yang artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata
dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance
itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi
pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) yang
dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan
fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia,
aturan, dan lain-lain).
Clean government
adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan
bersih. Governance without goverment
berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk
dalam makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009).
Istilah good governance lahir sejak
berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi. Sejak itu pula
sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan
pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga legislatif,
pengaturan mengenai good governance
belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya
terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur
penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).
Good governance sebagai upaya untuk
mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang
dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):
Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena
seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis
yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat
ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik
yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang
menyangkut berbagai masalah penting seperti:
UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan
pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung
terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam
pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR,
kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan
pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi
dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
Reformasi agraria dan perburuhan.
Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.
Penegakan supremasi hokum.
Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa
menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang
krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi
rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah
sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara
menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga
perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang
tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya
tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam
menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan
kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang
yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai
dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan
tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik
antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan
keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.
Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen
mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem
hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara
keseluruhan, karena good governanance
tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan
sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih
dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan
kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan
pada hukum oleh masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rozak dan
Ubaydillah, 2008. Pendidikan kewargaan (civic education). Jakarta: Kencana pranada media grup.
Purwanto,
Rahman, dan Srijanti, 2009. Pendidikan kewarganegaraan untuk mahasiswa. Jakarta: Graha ilmu,
Universitas mercubuana.
Tim penulis.
2006. Pendidikan kewarganegaraan untuk mahasiswa. Bandarlampung: Universitas Lampung